Kamis, 03 Juli 2014

Kenapa Saya #AkhirnyaMilihJokowi

Pilpres 2014 adalah sesuatu yang sangat istimewa bagi saya. Kalau di Pilpres-pilpres sebelumnya saya golput (yaiyalah, usia saya belum mencukupi), kali ini saya memantapkan hati untuk memilih. Ini adalah titik awal saya sebagai seorang anak bangsa untuk menentukan nasib negeri tercinta lima tahun ke depan.
Dua pasangan telah tersedia, dua kandidat yang paling menjadi sorotan. Prabowo & Jokowi. Pada awalnya, ketika capres-capres mulai muncul dari partai-partai yang mengusung jagoannya masing-masing, saya masih agak kebingungan untuk menentukan pilihan. Tapi feeling saya mengatakan bahwa nama-nama itu pasti akan segera berguguran seiring berjalannya waktu dan rasionalitas partai-partai itu. Dan benar saja, hingga kini hanya menyisakan dua nama. Prabowo & Jokowi.

Dalam tulisan ini saya mencoba menggunakan perspektif saya sebagai masyarakat dan mahasiswa. Ketika melihat Prabowo Vs Jokowi saya langsung berasumsi ini sudah pasti settingan Amerika. Tokoh Prabowo sengaja dibuat culas, antagonis, dan cenderung negatif. Sedangkan Jokowi dibuat begitu bersahaja, tokoh baik yang selalu mengalami ujian berupa fitnah-fitnah yang sudah diatur dengan sengaja untuk memberikan pembeda dengan Prabowo. Entah karena terlalu sering menonton film-film Hollywood tentang politik konspirasi, atau karena alur pemikiran saya sebegitu tendensiusnya mengarah kesana. Pokoknya, saya melihat ada setting besar yang mengatur pilpres memang akan berjalan sedramatis ini, antara Si Jahat Vs Si Baik.

Tapi lama-lama saya muak juga dengan cara pandang tersebut. Saya ikuti alurnya dan akhirnya menetapkan pilihan. Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada capres yang satunya, saya memilih untuk mempercayakan suara ini untuk seseorang yang memang bekerja untuk mengabdi bukan karena ambisi, yang bersahaja untuk memberi contoh bukan yang berkoar karena emosional, yang memanusiakan manusia untuk kesejahteraan bersama bukan yang menghina bangsanya sendiri, yang menyelesaikan masalah dengan dialog dan kepala dingin bukan yang marah-marah lalu melempar sesuatu.

Ya! Jokowi adalah harapan. Indonesia butuh pemimpin yang menjunjung pluralisme untuk menjadikan keberagaman adalah kekuatan dan keindahan, bukan yang memiliki sudut pandang sempit bahwa Indonesia harus kembali mengaung dan memberantas apapun yang menjadi hambatan. Jokowi memberikan contoh nyata dari ketegasan dengan kebijakan-kebijakannya yang konsekuen, bukan yang sekedar intonasi dan mimik wajah garang (tegas apa buas?). Jokowi adalah antitesa dan pemimpin-pemimpin sebelumnya yang memilih menjadi diri sendiri, ketika yang satunya sibuk mencari persamaan dengan tokoh-tokoh tertentu dan pada akhirnya hanya menjadi prototype saja. Kasihan.

Ketika saya Akhirnya Milih Jokowi saya yakin ini bukanlah pilihan seorang minoritas, masyarakat awam atau pun mahasiswa bau kencur, karena orang-orang idealis semacam JRX SID, Pandji, Jflow, Butet Kartaradjasa, hingga artis seperti Cinta Laura juga memberikan dukungannya untuk Jokowi, saya yakin ini adalah suara rakyat Indonesia. Coba pikirkan betapa asiknya kita bersama orang-orang kritis itu nanti bisa mengawal dan mengkritisi presiden yang kita pilih sendiri dengan hati, dan pemerintahan serta birokrasi yang ada nanti bukanlah musuh masyarakat yang mempersulit yang mudah dan memahalkan yang murah. Bayangkan betapa damainya negeri ketika pemimpinnya adalah wajah kita sendiri, betapa nikmatnya hidup dengan pemimpin yang memanusiakan manusia, dan betapa bahaginya kita hidup dengan pemimpin yang memberikan harapan serta kerja nyata bukan menebar ketakutan dan retorika belaka. Wahai rakyat Indonesia bukalah mata hati dan pikiran, buang jauh-jauh fanatisme buta dan pemikiran sempit. Mikir!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar