Beberapa
hari yang lalu, saya ikut turun ke lokasi bencana banjir bersama beberapa
relawan, kami sampai di lokasi sekitar pukul sembilan malam, setelah sebelumnya
kami mengangkut logistik yang menumpuk di salah satu posko banjir yang berada
di kawasan Kampung Melayu, untuk didistribusikan ke kawasan banjir yang ada di
Pluit.
Sesampainya di lokasi, terlihat
lumpur-lumpur yang terbawa air di bahu-bahu jalan, dan genangan air yang masih terdapat di jalan raya. Warga yang sebagian
besar menjadi korban bencana banjir di daerah Penjaringan, Pluit, Jakarta Utara
ini, menempati pengungsian yang tersebar diberbagai titik. Namun, masih banyak
dari mereka yang memilih untuk tetap bertahan di rumah, karena rumah mereka memiliki
dua lantai, sehingga bisa dimanfaatkan untuk tinggal daripada memilih untuk
tinggal dipengusian.
Sekitar pukul sebelas malam, saya pun diajak untuk memasuki
daerah yang menjadi target untuk penyerahan logistik. Kami jalan perlahan
bersama salah seorang warga yang juga merupakan korban banjir di daerah
tersebut. Awalnya, jalan yang kami
tempuh dengan berjalan kaki itu tergenang hanya sebatas mata kaki, tetapi
ketika semakin memasuki daerah di mana air menggenangi sampai setinggi paha.
Melihat genangan air yang keruh dan dipenuhi sampah, saya sempat berpikir
pesimistis, bagaimana bisa ini akan surut, selain karena padatnya pemukiman,
daerah resapan air juga sangat minim.
Ketika kami sampai di lokasi inti,
warga menyambut dengan keramahan. Setelah mendengar keluh kesah mereka tentang
bencana banjir serta penanggulangannya, saya agak miris, karena terjadi
beberapa penyimpangan dalam pendistribusian bantuan atau logistik. Mulai dari
‘hilangnya’ jatah, prosedur yang berbelit untuk mendapatkan bantuan, hingga
ketidakmerataan pembagian logistik. Sebagian besar bantuan yang dikirim ke
posko yang berada di daerah tersebut, sebelum diterima warga, harus melalui RT
atau RW. Mungkin tujuan baik supaya tidak terjadi kericuhan, karena jika warga
mengambil sendiri bantuan tersebut, dikhawatirkan chaos. Namun, hal yang tidak semestinya terjadi adalah
kesalahpahaman yang terjadi antara warga dengan RT maupun RW tersebut, di mana
salah seorang warga menuturkan kalau mereka seperti dipersulit untuk
mendapatkannya hingga untuk mendapatkan bantuan tersebut mereka harus
menyertakan lampiran tertentu, sehingga terkesan berbelit-belit. Selain itu,
keberadaan TNI yang ditugaskan membantu para korban bencana juga masih sangat
dirasakan kurang, bahkan mereka hanya menjadi bahan cibiran warga karena warga
merasa kesal, kurang diperhatikan, karena mereka hanya berjaga di daerah-daerah
tertentu.
Karena alasan tersebutlah, bantuan
logistik yang kami bawa sengaja tidak didistribusikan melalui RT ataupun RW,
melainkan langsung memberikannya ke warga yang cenderung ‘terisolir’ dari
bantuan yang dibawakan TNI ataupun RT dan RW. Selain lebih efektif dan efisien,
juga langsung mengenai sasaran. Terlebih lagi, warga juga menuturkan bahwa
banyak dari mereka yang tidak kebagian jatah bantuan, karena adanya orang-orang
tertentu yang padahal secara ekonomi mampu, namun ‘berpura-pura miskin’ demi
mendapatkan bantuan. Tentu ini menjadi ironis tersendiri di tengah bencana yang
seharusnya menyadarkan bahwa bencana tersebut adalah bencana bersama,
seharusnya mereka lebih memiliki solidaritas sesama korban, bukannya
memanfaatkan keadaan untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Ini juga menjadi kritik tersendiri
untuk tulisan saya sebelumnya yang mengatakan bahwa dengan bencana banjir ini,
sekat sosial seakan dijebol. Tetapi yang terjadi sebenarnya justru munculnya
sentimen dan sikap saling curiga, dikarenakan adanya ketidakmerataan dan
ketidaktransparansian tersebut. sebuah ironi memang, bencana yang terjadi
seharusnya dijadikan bahan untuk refleksi setiap orang bahwa bencana tersebut
merupakan sebuah teguran alam terhadap prilaku manusia. Dan seharusnya,
ditengah kejadian bencana ini, kita lebih bisa bahu-membahu saling membantu
sebagaimana kewajiban manusia sebagai makhluk sosial, bukannya malah
memanfaatkan keadaan untuk keuntungan semata atau bahkan menyalahgunakan
bantuan yang ditujukan kepada yang seharusnya membutuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar