Seorang mahasiswa tingkat akhir
bernama Surya sedang galau akut karena skripsinya lagi-lagi harus direvisi
total. Situasi ini membuat Surya terpikir untuk melakukan sesuatu yang membuat
jenuh dan jengah itu hilang darinya. Berbagai kesenangan ia lakukan untuk
menyegarkan pikiran, namun itu percuma karena tak mampu menjadi solusi untuk
mengem-balikan moodnya.
Suatu pagi, saat Surya sedang jogging di sekitar perumahannya, ia melihat
seorang anak laki-laki terjatuh saat berlari-lari. Lalu seorang anak perempuan
lekas mengulurkan tangan untuk membantu anak lelaki itu dan berkata, “Jangan
nangis ya, kamu kan laki-laki.” Untuk alasan tertentu, anak laki-laki yang
tadinya seperti menunjukan raut wajah yang siap merengek dan meringis, tidak
jadi menangis.
Dengan refleks Surya mengambil
handphone dari saku celananya dan mem-foto kedua anak tersebut. Setelah itu, ia
pun kembali melanjutkan jogging.
Seperti mendapatkan inspirasi dari
kejadian yang dilihatnya itu, sesudah membersihkan diri dan sarapan, Surya duduk
menatap laptop didepannya. “Upload foto tadi ah, siapa tahu bermanfaat buat
orang banyak.” Ia lalu mulai memposting foto kedua bocah itu di akun twitter
dengan deskripsi singkat tentang foto tersebut sambil menambahkan hastag #BetterWorld. Setelah ia
memposting itu, mulai banyak mention
yang masuk ke akun twitter miliknya. Surya pun melanjutkan aksi-aksi memfoto kegiatan
saling menolong seperti sebelumnya. Bukan hanya memfoto Surya juga merekam
video kejadian-kejadian semacam itu.
Saat perjalanan menuju kampus, ia memfoto
pemuda yang mengembalikan dompet jatuh milik seorang ibu di jembatan
penyebrangan. Ia juga merekam aksi seorang kakek menolong kucing yang
terpincang di jalan raya, saat ia berjalan di trotoar. Hingga aksi pemadam
kebakaran yang heroik tak lepas direkamnya secara ekslusif. Semua itu dilakukan
dengan handphone yang setia menemaninya.
Postingan demi postingan Surya di
twitter mulai ramai jadi perbincangan. Orang-orang yang terinspirasi mulai
mengikuti apa yang dilakukan Surya. Hastag
#ForBetterWorld pun menjadi trending
topic. Dan puncaknya, ia mendapat mention
dari sebuah komunitas pemuda di London, Inggris yang peduli terhadap isu-isu
perubahan sosial, yang mengundangnya untuk menjadi tamu kehormatan di acara
konferensi yang mereka akan adakan di London. Surya menyambut positif undangan
tersebut dan siap untuk terbang ke negeri Ratu Elizabeth itu. Walau ia sedikit
tidak menyangka apa yang dilakukan yang pada awalnya hanya untuk berbagi itu,
kini menjadi seperti virus kebaikan.
***
Pukul dua dini hari Surya tiba
London setelah menempuh perjalanan 14 jam lamanya. Di sana ia disambut oleh dua
orang laki-laki tinggi-jangkung sebagai perwakilan dari komunitas yang
mengundangnya. “Welcome to London, Mr.
Surya.” ucap salah seorang, dibalas sebuah anggukan dan senyum dari Surya.
Cuaca saat itu dibawah 5 derajat
celcius, sehingga asap kerap terhembus dari mulut saat berbicara. Syal dan
jaket tebal serasa tak ada pengaruh. Surya sesekali mengepal-epalkan keduan
tangannya. Kedua orang itu lalu mengantar Surya beristirahat di hotel sekitar
bandara.
Mentari pagi menyapa dengan sinar yang
menembus celah jendela. Pagi itu cuaca masih mulai hangat, tak sedingin malam. Sehari
itu Surya diberi kesempatan untuk menikmati kota dengan luas 244.088 kilometer
persegi tersebut.
“You
can take a rest or come around to enjoy London city for today, Mr. Surya. The conference
is tomorrow.” Tutur salah seorang laki-laki itu. Setelah waktu istirahat
dirasanya cukup, ia pergi menjelajahi kota London dengan ditemani salah seorang
dari mereka.
Ia pergi ke salah satu jalan paling
terkenal di London yaitu Baker Street, yang tak lain adalah tempat di mana
detektif hebat Sherlock Holmes pernah tinggal. Ia juga menyusuri Downing Street
yang merupakan tempat tinggal Perdana Menteri Inggris. Ia lalu ke pusat kota. Demi
melihat megahnya arsitektur yang kuat akan unsur seni, rasa kagum dan takjubnya
jelas terpampang di wajah ketika melihat bangunan-bangunan kota yang memadukan
sejarah dengan modernitas. Creativity is GREAT! Itulah yang ada dalam benaknya.
Hari itu adalah akhir pekan, selain
warga lokal banyak pula turis dari negara lain yang sengaja mengisi waktu
liburnya di kota itu. London memang terkenal sebagai kota destinasi wisata, tak
heran lebih dari delapan juta turis tiap tahunnya datang kesini. Tak terasa
hari mulai sore, ia pun kembali ke hotel untuk menyiapkan hari esok.
Keesokan paginya, Surya dijemput
menuju tempat konferensi. Meski tak begitu mahir, tapi Bahasa inggris yang
dipelajari dari subtitle film atau lirik-lirik lagu cukup menjadi bekal. Tiba di
tempat tujuan, Surya lekas menempati tempat duduk yang sudah disediakan
untuknya. Meski ini forum kaliber internasional yang pertama baginya, tapi ia
tak merasa insecure karena memang
sudah terbiasa dengan diskusi kampus. Hanya gerogi saja sesekali menyerang
mentalnya.
Giliran Surya untuk berbicara pun
dimulai. Orang-orang sangat antusias menyimak tiap kata yang diucapkan. Sebagian
besar dari mereka terkagum dengan kepekaan Surya akan isu kepedulian sosial,
tolong-menolong, dan altruisme yang sebenarnya sangat sepele namun esensial. Tidak
seperti skripsi yang menurutnya terlalu membatasi, berbicara di depan publik
dengan pemikiran orisinil lebih mem-buatnya enjoy.
Pertanyaan demi pertanyaan pun dijawabnya dengan meyakinkan, sehingga tak ada
audiens pengkritik yang satir. Tepung tangan dari penonton pun menutup
penampilan Surya.
***
Ini adalah hari terakhir Surya di
London. Sore itu ia berjalan seorang diri ke sebuah tempat yang menjadi
landmark kota London yaitu London Bridge. Setelah itu, ia menuju tempat di mana
London Eye berada. Surya sangat ingin menutup kunjungan ke kota itu dengan
melihat segala keindahan sudut kota. London Eye lah tempatnya. Sebuah kincir angina
raksasa yang mampu memberikan pengalaman dan sensasi tak terlupakan karena
keindahan yang tak ternilai harganya.
Langit senja merona, matahari yang
terasa begitu dekat mulai tenggelam. Surya menghela nafas seraya bersyukur
karena niat berbagi kebaikan itu telah membawanya sejauh itu ke London. Malam telah
menjemput, Surya lekas menuju bandara untuk bergegas pulang ke Indonesia. Beberapa
hari saja di London telah membuatnya jatuh cinta kepada kota itu. Akan tetapi,
bagaimana pun Indonesia adalah tempat paling nyaman untuknya.
*****
Oberyn Martell: pangeran muda dari Dorne, petarung yang tangguh, dan memiliki julukan "Red Viper"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar